Sering orang salah kaprah akan perbedaan Kisah Tiga Negara atau Kisah Tiga Kerajaan mengingat terjemahan bahasa
Inggris dari roman ini adalah Romance of the Three
Kingdoms,
namun pada sebenarnya, yang tepat adalah Kisah Tiga Negara mengingat pada klimaks
roman ini, ketiga pemimpin yang bertikai; Cao Cao (negeri Wei), Liu Bei (negeri Shu) dan Sun Quan (negeri Wu) masing-masing
telah memaklumatkan diri sebagai kaisar dan mengklaim legitimasi
sebagai kekaisaran yang mewarisi Dinasti
Han yang telah runtuh.
Roman ini ditulis oleh Luo
Guanzhong (羅貫中), seorang sastrawan dinasti Ming yang
mengambil referensi dari literatur sejarah resmi mengenai Zaman
Tiga Negara di Tiongkok dimulai dari penghujung Dinasti
Han,
pecahnya Tiongkok ke dalam tiga negara dan kemudian dipersatukan kembali di
bawah Dinasti Jin. Selain dari sejarah
resmi, Luo juga mengambil referensi dari cerita rakyat turun temurun yang
dituturkan secara lisan di masyarakat pada masa hidupnya.
Kisah Tiga Negara adalah salah satu karya
sastra klasik yang paling populer di dalam sejarah Tiongkok. Luo menuliskan
roman ini dalam 120 bab yang mempunyai alur cerita bersambung dengan referensi Catatan
Sejarah Tiga Negara oleh Chen Shou dan sedikit imajinasinya
sendiri. Ada sekitar lebih 400 tokoh sejarah yang diceritakan di dalam Kisah
Tiga Negara yang dilukiskan dengan karakter berbeda. Cao Cao, Liu Bei dan Sun Quan sama sebagai karakter
pemimpin namun berbeda dalam sifat dan pemikiran. Demikian pula penasehat Zhuge
Liang, Xun You, Guo Jia dan Zhou Yu masing-masing berbeda
pandangan dan wataknya. Setiap karakter mempunyai watak dan sifatnya sendiri
yang berbeda satu sama lain. Penggambaran perbedaan watak karakter ini
menjadikan roman ini diakui sebagai salah satu wakil dari puncak perkembangan
sastra Tiongkok dalam sejarah. Kisah Tiga Negara ditulis dalam bahasa klasik (文言文).
Tokoh-tokoh utama berdasarkan negara
Penghujung Dinasti Han
§ Dong Zhuo, perdana menteri tiran, kemudian dibunuh oleh Lu Bu
§ Yuan Shao, bangsawan dari utara, kemudian dikalahkan Cao Cao
§ Liu Biao, bangsawan dari Jingzhou, musuh bebuyutan keluarga Sun
§ Gongsun Zan, jenderal Han di perbatasan timur laut, kemudian
dikalahkan Yuan Shao
§ Lu Bu,
jenderal bengis penuh sifat khianat, membunuh 2 ayah angkatnya
§ Ma Teng, penguasa Liangzhou, terbunuh karena dijebak oleh Cao
Cao
§ Kaisar Xiandi, kaisar terakhir Dinasti Han, menjadi kaisar pada masa
anak-anak
§ Diaochan, disuruh Wang Yun untuk membuat hubungan Dong Zhuo dan
Lu Bu retak
§ Cao Cao, raja perang, mempersatukan utara Tiongkok
§ Cao Pi , anak Cao Cao, kaisar pertama Wei
§ Sima Yi, penasehat militer, kakek Sima Yan kaisar pertama Jin
§ Guo Jia, penasehat militer, mati muda karena sakit
§ Xun Yu, penasehat militer, handal dalam masalah pemerintahan
§ Xiahou Dun, jenderal perang, kehilangan satu matanya karena dipanah
§ Xiahou Yuan,jenderal perang, dikenal karena kemampuan memanahnya
§ Zhang Liao, jenderal perang, mantan bawahan Lu Bu
§ Zhang He, jenderal perang, mantan bawahan Yuan Xhao
§ Dian Wei, pengawal pribadi Cao Cao, tewas demi melindungi
kaburnya Cao Cao
§ Pang De, jenderal perang, mantan bawahan Ma Teng
§ Cao Ren, jenderal perang, sepupu Cao Cao
§ Cao Yi, cucu perempuan Cao Cao, anak dari Cao Pi, pemimpin
terakhir dari keturunan/marga Cao
§ Sun Jian, panglima perang, penguasa Changsha, dikenal dengan
sebutan "Macan dari Jiang Dong"
§ Sun Ce, anak sulung Sun Jian, peletak dasar negara Wu, suami Da
Qiao
§ Sun Quan, adik Sun Ce, kaisar pertama negara Wu
§ Lu Meng, penasehat militer, kemudian dibunuh Guan Yu
§ Zhou Yu, penasehat militer, suami Xiao Qiao, mati muda karena
sakit
§ Zhuge Jin, penasehat militer, kakak Zhuge Liang
§ Lu Xun, jenderal perang, memenangi pertempuran Xiaoting/Yiling
§ Huang Gai, jenderal perang, pura-pura membelot ke Wei saat
pertempuran tebing merah
§ Gan Ning, jenderal perang, mantan bajak laut yang membunuh Ling
Cao
§ Taishi Ci, jenderal perang, pernah memerangi Sun Ce
§ Ling Tong, anak Ling Cao, menaruh dendam pada Gan Ning, tetapi
akhirnya mereka berdua bersatu berperang mendampingi Sun Quan
§ Ling Cao, jenderal perang,ayah dari Ling Tong,dan pernah dibunuh
oleh Gan Ning
§ Liu Bei, bangsawan masih keturunan trah Han, ingin meneruskan
Dinasti Han
§ Zhuge Liang, penasehat militer, dijuluki 'Naga Tidur'
§ Pang Tong, penasehat militer, dijuluki 'Phoenix Muda'
§ Jiang Wei, jenderal perang, membelot dari Wei
§ Guan Yu, dikenal juga sebagai Guan
Gong, adik angkat Liu Bei, salah satu dari Jenderal 5 Harimau
§ Zhang Fei, adik angkat Liu Bei, seorang pemabuk berat, salah satu
dari Jenderal 5 Harimau
§ Zhao Yun, jenderal perang, pernah mengabdi pada Gongsun
Zan,menyelamatkan Liu Chan di Chang Ban yang menjadi kaisar terakhir negeri
Shu, salah satu dari Jenderal 5 Harimau yang hidup paling lama
§ Huang Zhong, jenderal perang, dikenal karena kemampuan memanahnya,
salah satu dari Jenderal 5 Harimau
§ Ma Chao, jenderal perang, anak Ma Teng, salah satu dari Jenderal
5 Harimau
§ Wei Yan, jenderal perang, berkhianat di Wu Zhang
§ Xing Cai, anak dari Zhang Fei, istri dari Liu Chan
§ Liu Chan, anak dari LiuBei , ia menjadi kaisar 2 di SHU ketika liu
bei meninggal
§ Guan Xing, anak dari Guan Yu, mati mudah karena sakit
§ Zhang Bao, anak dari ZhangFei, mati diperang Wu Zhang
Peta Kekuasaan Dinasti Shu , Wei dan Wu
Tokoh tokoh Penghujung
dinasti Han
Dong Zhuo
Dong Zhuo (Hanzi: 董卓) (139 – 192), nama
lengkap Dong
Zhongyin (董仲穎), adalah seorang negarawan pada penghujung zaman Dinasti Han. Ia menguasai Luoyang pada tahun 189 setelah
ibukota jatuh kedalam kekacauan karena tewasnya Kaisar
Ling dan perselisihan
berdarah antara faksi kasim dengan pejabat negeri. Setelah itu, Dong Zhuo
mengambil alih tahta dan memasangKaisar
Xian sebagai boneka.
Namun, kekejamannya menimbulkan kemarahan.
Pemimpin perang diseluruh negeri segera membentuk koalisi melawannya, sehingga
Dong Zhuo untuk memindahkan ibukota ke Chang'an. Ia
akhirnya dibunuh oleh anak adopsinya, Lü Bu, sebagai
bagian dari rencana yang dibuat oleh Wang Yun pada tahun 192.
Lu Bu
Lü Bu (Hanzi: 呂布; baca: Luî
Pù) (153 – 198), nama lengkap Lü Fengxian, lahir di Wuyuan (sekarang Mongolia Dalam) adalah
seorang jenderal terkenal dari penghujung zaman Dinasti Han danTiga Negara.Lu Bu
dengan ciri khas memakai penutup kepala dengan ekor, ia memiliki kuda bernama Terwelu Merah (赤兔马; Chìtù mǎ) yang dikenal karena daya tahannya
dalam pertempuran. Kuda ini berasal dari Fergana dan menurut legenda dapat berlari sejauh 1000 li (500 km)
dalam satu hari.
Ia walaupun sangat lihai
bertarung, namun juga adalah seorang yang menghalalkan segala cara untuk
mewujudkan ambisinya. Lü Bu pertama kali mengabdi kepada Ding
Yuan, yang kemudian
berkomplot bersama He Jin untuk membunuh para menteri istana sepeninggal Kaisar
Lingdi dan naik pangkat menjadi
letnan jenderal. Lu Bu merupakan seseorang yang penuh dengan sifat khianat,
tidak ragu membunuh kedua ayah angkatnya yaitu Ding Yuan dan Dong Zhuo.
Lü Bu kemudian termakan
hasutan Dong Zhuo untuk membunuh Ding
Yuan. Setelah Dong Zhuo mengangkat diri sebagai perdana menteri, ia kemudian menjadikan Lü Bu sebagai anak angkatnya dan
panglima perang kekaisaran. Karena sifat Dong Zhuo yang tidak sabar dan
bertemperamen kasar, Lü Bu akhirnya membunuh Dong Zhuo setelah dihasut oleh
salah satu menteri istana, Wang Yun. Setelah
kematian Dong Zhuo, Lü Bu lalu diangkat sebagai panglima besar kekaisaran. Di
dalam catatan sejarah, Lü Bu diceritakan menjalin hubungan gelap dengan seorang
dayang-dayang Dong Zhuo yang tidak disebutkan namanya. Di dalam Kisah Tiga Negara, karakter ini menjadi Diao Chan, yang juga
diangkat sebagai anak oleh Dong Zhuo.
Hanya sebulan setelah kematian Dong Zhuo,
bawahannya, Li Jue memimpin pasukan menyerang dan mengusir Lü Bu dari ibukota. Lü Bu
kemudian melarikan diri dalam pengasingan, mencari perlindungan kepada Yuan Shu, yang
menolak untuk menerimanya, lalu Yuan Shao, Zhang
Miao dan Liu Bei.
Ia akhirnya menyusun
kekuatan di Xiapi, di mana ia sering terlibat pertempuran dengan Cao Cao. Tahun 198,
Cao Cao menyerang Xiapi dan memukul mundur pasukan Lü Bu terus menerus serta
akhirnya mengepung pasukan Lü Bu selama 3 bulan. Lü Bu dengan moral pasukan
yang rendah diperparah dengan pengkhianatan bawahannya, Hou
Cheng, Song
Xian dan Wei Xu. Lü Bu tertangkap oleh Cao Cao dan memohon kepadanya
agar melepaskannya. Namun Liu Bei mengingatkan Cao Cao bahwa Lü Bu tidak dapat
dipercaya dan membiarkannya hidup sangat berbahaya. Lü Bu kemudian dicekik
sampai mati oleh Cao Cao. Hukuman ini dilakukan untuk membuat malu Lu Bu,
karena biasanya hukuman cekik mati pada Zaman tiga negara diperuntukkan pada
perempuan, sedangkan laki-laki dihukum mati dengan cara dipenggal. Bawahan Lu
Bu, Gao Shun dengan sukarela
menyerahkan kepalanya untuk dipenggal sedangkan bawahan lain Zhang Liao memutuskan untuk
mengabdi pada Cao Cao. Dalam novel Kisah Tiga Negara, Kuda Terwelu merah
sendiri setelah beberapa waktu dihadiahkan kepada Guan Yu
Diao Chan
Diaochan (Hanzi: 貂蟬), kadang ditulis
sebagai Diao Chan Dikatakan kecantikan Diao Chan dapat membuat awan-awan
menutupi bulan purnama. Maksudnya kecantikan Di¨¡o Ch¨¢n menutupi kecantikan
bulan purnama.
Diao Chan adalah pelayan
Wang Yun yang telah dianggap seperti anak kandung sendiri. Wang Yun lalu
memakai siasat wanita cantik dengan persetujuan Diao Chan sendiri untuk memecah
belah Dong Zhuo yang saat itu berkuasa sewenang-wenang dengan Lu Bu, panglima
andalan sekaligus anak angkat Dong Zhuo snediri. Secara lengkap, kisah Diao
Chan diceritakan dalam San Guo Yan Yi.
Nama Diao Chan sendiri
tidak tercatat di dalam sejarah tertulis dan sangat mungkin merupakan cerita
rakyat yang dibakukan dalam novel San Guo Yan Yi hasil karya Luo Guanzhong.
Dalam sejarah tertulis memang tercatat bahwa Lu Bu memiliki hubungan
perselingkuhan dengan pelayan Dong Zhuo, namun tidak ada bukti bahwa nama
pelayan itu Diao Chan. Bahkan sangat mungkin tidak, karena nama Diao tidak umum
dipakai sebagai nama keluarga. Lagipula "Diao Chan" mungkin merujuk ke
bulu ekor "Diao" / sable (sejenis musang yang bulunya sering
dijadikan perlengkapan pakaian) dan dekorasi giok berbentuk "Chan" /
cicada (jengkerik / tenggerek) yang merupakan hiasan topi pejabat era Han.
Yuan Shao
Yuan Shao, (Hanzi:袁绍) bernama lengkap Yuan Benchu (袁本初),(154 – 202) adalah salah seorang penguasa daerah utama yang
menguasai daerah utara Tiongkok pada Zaman Tiga Negara. Ia
juga kakak sepupu (sumber lain:saudara tiri) dari Yuan Shu, penguasa
daerah sekitar sungai Huai.
Sebagai salah satu penguasa terkuat di
zamannya, Yuan Shao merintis koalisi penguasa daerah melawan Dong Zhuo yang menguasai istana
dan berkuasa atas kaisar Xian. Pada tahun 200, ia
memimpin ekspedisi melawan Cao Cao tetapi kalah telak pada Pertempuran Guandu. Ia meninggal 2 tahun kemudian di kota Ye.
Tokoh tokoh dinasti wu
Zhao Yu
Zhou Yu (Hanzi: 周瑜, 175-210 M) adalah penasehat
militer Tiongkok yang pertama dan terpenting dari Wu di Zaman Tiga Negara. Ia bernama lengkap Zhou Gong Jin, ia adalah anak seorang
bangsawan dari daerah Lujiang. Di dalam Kisah Tiga Negara, ia dideskripsikan
sebagai seorang tampan yang cakap dalam hal kemiliteran dan kenegaraan. 206 M, Zhou Yu berhasil menumpas bandit lokal, menangkap
ribuan bandit. Setelah itu Zhou Yu berhasil menangkis serangan Liu Biao, yang pada
prosesnya Zhou Yu juga berhasil menangkap jendral Liu Biao, Deng Long.
Antara tahun 207-208 M, Zhou Yu mendapat
tugas dari Sun Quan untuk menghancurkan Huang Zu (penyebab wafatnya Sun Jian).
Dengan bantuan Gan Ning (yang sebelumnya adalah
anak buah Huang Zu), Lu Meng, Ling Tong, Dong Xi,
dan Xu Sheng, Zhou Yu berhasil merebut daerah Xia Kou, dan membunuh Huang Zu.
pada tahun 208 M, Sun
Quan beraliansi dengan Liu Bei untuk bekerja sama
mengalahkan Cao Cao yang ingin menyerang
daerah selatan. Zhou Yu diangkat oleh Sun Quan menjadi Panglima Besar membawahi
30.000 pasukan dan menjadi wakil Sun Quan untuk berdiskusi dengan ahli strategi
Liu Bei Zhuge Liang, total
pasukan aliansi berjumlah 50.000. Mereka setuju untuk melakukan serangan api
terhadap kapal-kapal milik Cao Cao. Alhasil, setelah Zhou Yu menggunakan
berbagai macam strategi dan bantuan ahli strategi lain yaitu Pang Tong serta
pengorbanan diri oleh Huang Gai, aliansi Liu Bei-Sun Quan berhasil membakar
kapal-kapal perang milik Cao Cao yang mengangkut 200.000 pasukan dan
memenangkan perang Chibi atau yang lebih dikenal dengan Perang Tebing Merah. Setelah itu Zhou Yu maju ke daerah Jing, dan berhasil
merebut daerah Nan Jun(Jiang Ling) dari tangan Cao Ren dan Niu Jin. Karena
keberhasilan ini Zhou Yu diangkat menjadi Gubernur Nan.
Sun Quan
Sun
Quan menghabiskan masa kecilnya di kota kelahirannya, Fuchun. Sejak ayahnya (Sun Jian) meninggal pada tahun 191,
dia berpindah dari kota ke kota di daerah bawah sungai Yangtze. Kakaknya, Sun Ce mendirikan negara bagian yang terbentuk
dari beberapa daerah kecil di sekitarnya. Pada tahun 200, sejak Sun Ce terbunuh, Sun Quan yang baru
berumur 18 tahun mewarisi wilayah di daerah tenggara sungai Yangtze. Dalam
pemerintahannya yang cukup aman dan stabil, Sun Quan dibantu oleh beberapa
bekas pejabat Sun Ce, seperti Zhou Yu,Zhang
Zhao,Zhang
Hong dan Cheng
Pu.
Selama beberapa tahun, Sun Quan mampu membangun angkatan perang yang kuat
dengan bantuan para perwiranya sehingga pada tahun 207, pasukannya mampu mengalahkan Huang Zu, perwira dari Liu Biao yang menguasai sungai
Yangtze bagian tengah.
Pada musim dingin tahun 207, Cao Cao memimpin sekitar
200.000 tentara untuk menguasai wilayah Selatan sebagai bagian dari rencana
penyatuan seluruh Tiongkok. Di satu pihak, Zhang Zhao sebagai penasehat urusan
dalam negeri Wu menyarankan untuk menyerah, sedangkan di lain pihak, Zhou Yu
dan Lu Su menyarankan untuk
melawan. Akhirnya Sun Quan memilih untuk mengusung bendera perang.
Bersama Liu Bei yang saat itu
berstatus pengungsi di negerinya, Sun Quan menggabungkan 2 ahli strategi
terbesar, Zhuge Liang dan Zhou Yu, dibantu oleh siasat
jebakan Huang Gai,Kan
Ze dan Pang Tong untuk menghancurkan
seluruh bala tentara Cao Cao pada Pertempuran Chibi
Tai Shi Chi
Taishi
Ci (166 - 206 M) adalah perwira militer negara Dong Wu pada Zaman Tiga Negara di Tiongkok dulu. Pada awalnya
Taishi Ci bekerja dibawah Liu Yao tetapi kemudian
melanggar kesetiaannya setelah Liu Yao menolak untuk memperhatikan nasihat
strategi yang diajukan oleh Taishi Ci, kemudian dia melarikan diri ke daerah
tetangga. Taishi Ci melarikan diri ke daerah Dangyang, suatu posisi daerah
militer yang strategis dan penting sejak zaman Sun Tzu, disana dia mengangkat dirinya sebagai gubenur.
Pada suatu
perang, pasukan sisa Taishi Ci dengan cepat dapat dikepung oleh pasukan Sun Ce
tanpa tandingan, yang kemudian Taishi Ci tertangkap. Taishi Ci memohon untuk
dibunuh bersama dengan pasukan dan orang-orangnya, tetapi Sun Ce tidak bersedia dan
membujuk dia untuk bergabung. setelah bujukan yang lama dan dijanjikan diberi
pangkat dan posisi tinggi di negara Wu, akhirnya Taishi Ci bergabun g. Taishi Ci setia
sampai akhir hayatnya kepada negara Wu.
Lu Meng
Lü Meng atau Lu Meng (178 - 219 Masehi) adalah jendral perang yang bekerja
untuk kerajaan Wu timur (Dong Wu) pada masa Zaman Tiga Negara di Tiongkok kuno. Lu Meng lahir di
Fupo, Runan (sekarang Fuyang, Anhui) pada tahun 178. Pada awalnya dia adalah
seorang jendral yang tangguh seperti Taishi Ci,tetapi sebelum Zhou Yu mati, dia sempat dipesan
untuk meneruskan menjaga Sun Quan untuk menjadi penasihatnya,karena itu adalah pesan
terakhir sahabatnya dia berkata "aku akan membaca buku perang keluarga
Sun(THE BOOK WAR MANUAL OF SUN TZU) dan tidak akan memedulikan keadaan perang
hingga menguasai buku ini demi memenuhi pesan sahabatku untuk melindungi Sun
Quan dan membantunya, yang pada dasarnya dia adalah seorang jendral berubah
menjadi penasihat adalah sesuatu yang luar biasa karena kemampuanya mampu
membantu Sun Quan dalam perang invasi Cao Cao dan menjadi perdana
menteri kerajaan Wu. Memajukan sektor militer, perdagangan, bendungan,dsb
bersama Lü Xun yang akhirnya merekomendasikan Lü Xun(THE LAST OF
GREAT STRATEGIC OF WU) kepada Sun Quan sebagai penerusnya.
Salah satu peranannya
yang terkenal adalah sebagai jendral dalam invasi di Jingzhou yang dimana menyebabkan kematian Guan Yu, salah satu
jendral negara Shu terkuat di zaman itu. Tidak lama setelah Guan Yu meninggal,
Lu Meng jatuh sakit yang membuat Sun Quan (raja Wu) khawatir. Sun Quan
menyatakan akan memberi hadiah besar bagi orang yang mampu menyembuhkan Lu
Meng, tetapi pada akhirnya Lu Meng tidak dapat disembuhkan dan meninggal pada
umur 41 tahun. Sebelum kematiannya, Lu Meng merekomendasikan Zhu Ran dan Lü Xun kepada Sun Quan.
Da Qiao dan Xia
Qiao
Da Qiao dan Xiao Qiao (Hanzi: 大喬小喬) adalah dua
bersaudari di Zaman Tiga Negara di Tiongkok kuno yang merupakan anak
perempuan dari Qiao
Xuan dan terkenal akan
kecantikannya pada Zaman Tiongkok dulu. Nama mereka tidak berhasil diketahui
kecuali marga mereka yaitu Qiao, sehingga mereka hanya disebut Da Qiao dan Xiao
Qiao yang dimana da adalah besar dalam bahasa Mandarin dan xiao berarti kecil, sehingga
Da Qiao adalah lebih tua dan kakak daripada Xiao Qiao.
Da Qiao menikah dengan Sun Ce, panglima
perang dan pemimpin negara Wu. Mereka menikah dan mempunyai 2 orang anak
kandung dan 1 anak angkat yang bernama Sun Shao. 2 anak kandungnya adalah perempuan yang kemudian
dinikahkan dengan Zhu Ji dan Lu Xun. Adik Da
Qiao yaitu Xiao Qiao menikah dengan Zhou Yu dan mempunyai 3 orang anak yaitu Zhou Xun, Zhou Yin, dan Zhou
Ying.
Kedua Qiao disebut saat
pertempuran tebing merah. Zhuge Liang memanipulasi cerita
kepada Zhou Yu bahwa salah satu tujuan Cao Cao menyerang adalah merebut
kedua Qiao bersaudara untuk dirinya, karena kecantikan kedua Qiao telah
melegenda.
Sun Jian
Sun Jian (Hanzi: 孫堅) (155-191) adalah
seorang jendral dan panglima kecil yang terkenal, semasa Dinasti Han Timur akhir. Ia bernama lengkap Sun Wentai,
lahir di Fuchun, Kabupaten Wu.
Karier politiknya
diawali dengan membasmi bandit-bandit yang saat itu merajalela di wilayah Huiji
dan Qiantang. Berjasa dalam pemadaman Pemberontakan Serban Kuning di daerah tersebut, ia kemudian diberikan jabatan yang
memperluas kesempatannya untuk memperkuat diri sendiri di daerah Changsha.
Sewaktu para jenderal
perang membentuk aliansi bersama menggulingkan sang perdana menteri zalim, Dong Zhuo, Sun Jian
juga turut serta menyumbangkan prajurit dan menyumbangkan ide strategi, saat
itu (190 M) Sun Jian beraliansi dengan Yuan Shu. Tentaranya
berhasil membunuh Jenderal Hua Xiong, seorang
jendral andalan Dong Zhuo (dalam novel Kisah Tiga Negara, dikatakan bahwa Hua Xiong dibunuh oleh Guan Yu, bukan oleh
bawahan Sun Jian).
Setelah aliansi bersama dibubarkan, China
jatuh ke dalam peperangan masal antara para panglima perang. Tahun 191 M, Sun
Jian gugur dalam pertempuran sewaktu menyerang Liu Biao. Sun Jian
terkena panah beracun sewaktu mengejar Jenderal Huang Zu. Ia
kemudian digantikan oleh anaknya, Sun Ce yang juga seorang
pemimpin yang cakap dan garang, namun seperti ayahnya juga mati di usia muda.
Peran dalam perang melawan Dong Zhuo
Ditunjuk sebagai kepala
pasukan depan dari tentara aliansi yang melawan Dong Zhuo. Sun Jian
sudah hampir berhasil menguasai Terusan
Fanshui namun disebabkan
hantaran bahan makanan yang tidak sampai oleh Yuan Shu, Sun Jian
tidak dapat menduduki Terusan Sishui.
Tentara yang kelaparan
dengan moral yang rendah, membuat kekuatan tentara Sun Jian dapat dikalahkan
oleh Hua Xiong. Kembali ke
markas tentara gabungan, Sun Jian berdebat dengan Yuan Shu mengenai pengiriman
bahan makanan yang tidak sampai. Yuan Shu membantah semua tuduhan yang
dilontarkan Sun Jian, dan mengkambing hitamkan salah seorang anak buahnya untuk
menghindari kemarahan Sun Jian dan Yuan Shao.
Pada saat kejatuhan Terusan
Hulao dan kebakaran
di Luoyang, Sun Jian
memimpin tentaranya ke Luoyang untuk membantu
memadamkan api. Pada saat memadamkan api, salah seorang tentara Sun Jian
menemukan sebuah stempel kerajaan. Penemuan stempel
kekaisaran ini membuat Jenderal Huang Gai menyarankan Sun Jian
untuk mengucapkan selamat tinggal kepada Yuan Shao dan kembali ke Jiangdong
untuk membuat rencana berikutnya.
Sun Jian menginginkan penemuan stempel kerajaan
ini menjadi sesuatu yang bersifat rahasia. Namun salah seorang prajuritnya
melaporkan penemuan tersebut ke Yuan Shao untuk mendapatkan hadiah. Ketika Sun
Jian datang untuk mengucapkan selamat tinggal, Yuan Shao memaksa Sun Jian
menyerahkan stempel tersebut untuk disimpan dengan aman. Sun Jian berkata dia
tidak memiliki stempel tersebut dan berhasil mengelabui Yuan Shao. Namun Yuan
Shao mengirimkan utusan kepada Liu Biao untuk menyerang Sun Jian
dalam perjalanan pulang untuk mendapatkan stempel tersebut.
Pertarungan antara Sun
Jian dengan Liu Biao demi stempel kerajaan terjadi di Jingzhou. Dan Sun Jian
berhasil melarikan diri untuk pulang ke Jiangdong.
Tahun 191 M, Sun Jian
gugur dalam pertempuran sewaktu menyerang Liu Biao. Sun Jian
terkena panah beracun sewaktu mengejar Jenderal Huang Zu. Ia
kemudian digantikan oleh anaknya, Sun Ce
Tokoh
tokoh dinasti wei
Cao Cao
Cao Cao (Hanzi: 曹操)(155-220) merupakan
seorang tokoh Zaman Tiga Negara yang terkenal. Ia
dikenal sebagai pemikir ulung, ahli strategi dan juga ahli perang. Ia bernama
lengkap Cao Mengde, juga dipanggil sebagai Cao A Man yang merupakan nama
kecilnya. Cao Cao dikenal di kalangan Tionghoa Indonesia sebagai Tsao-tsao, Tso-tso atau Cho Cho.
Biografi
Karier politik
Karier politiknya
dimulai dengan ikut memadamkan Pemberontakan Serban Kuning yang mengancam legitimasi Dinasti Han di masa-masa akhir dinasti tersebut. Setelah berhasil
memadamkan pemberontakan tersebut, ia diberikan jabatan dan kemudian mengambil
kesempatan tersebut untuk menguasai Prefektur Qingzhou. Ia kemudian memperkuat
diri sendiri dengan membujuk bekas anggota pemberontak Serban Kuning untuk
bergabung di dalam tentara pribadinya.
Tahun 196, ia menerima
dan memberikan perlindungan kepada Kaisar
Han Xiandi yang pada saat itu
mendapat ancaman. Namun kemudian malah menyandera kaisar dan meminjam
kesempatan ini untuk menaklukkan beberapa jenderal perang di sekitar wilayah
Xuchang yang merupakan pusat kekuatannya.
Kemenangan terbesarnya
adalah Pertempuran Guandu menaklukkan Yuan Shao yang pada saat itu
merupakan jenderal perang terbesar di wilayah utara Tiongkok. Setelah
penaklukan itu, ia resmi menjadi perdana menteri dan berhasil mempersatukan
Tiongkok utara.
Setelah menggapai
kedudukan sebagai perdana menteri, Cao Cao kemudian menyusun kekuatan untuk
invasi ke Tiongkok selatan yang waktu itu dikuasai oleh Liu Bei dan Sun Quan.Pertempuran Chibi adalah pertempuran di antara Cao Cao melawan aliansi Liu
Bei dan Sun Quan. Cao Cao kalah telak dalam peperangan terkenal sepanjang
sejarah Tiongkok ini.
Ia memaklumatkan diri
sebagai Raja Wei. Sepeninggalnya, anaknya Cao Pi kemudian memaklumatkan
diri sebagai Kaisar Wei dan sekaligus berdirinya negara Cao Wei.
Selanjutnya, Cao Cao diangkat statusnya menjadi Kaisar Wei Wudi.
Cao Pi
Cáo Pī (曹丕, 187 - 226), yang secara formal
dikenal sebagai Kaisar Wen dari (Cao) Wei (曹魏文帝), atau juga dikenal
dengan nama Zihuan (子桓), lahir di Distrik Qiao, Wilayah Pei (sekarang
dikenal dengan daerah Bozhou, Anhui). Dia adalah anak kedua dari politisi dan pengarang Tiongkok pada zaman Tiga Kerajaan yang terkenal, Cao Cao, dan juga pencetus pertama kekaisaran Tiongkok bersatu
dan juga pendiri asli "Kerajaan Wei") (lihat Kisah Tiga Negara).
Sima Yi
Sima Yi (179 – 7 September, 251) merupakan seorang strategis,
jenderal dan politisi Cao Wei di era Tiga Kerajaan, Cina. Ia mungkin paling dikenal sebagai pembela Cao Wei dari Zhuge Liang,Ekspedisi Utara. Kesuksesannya dan prestasinya yang menonjol membuka
jalan bagi fondasi cucunya Sima Yan Dinasti Jin, yang akhirnya akan mengakhiri era Tiga Kerajaan.
Setelah pendirian Dinasti Jin, Sima Yi diberikan gelar anumerta sebagai Kaisar Xuan dari Jin dengan nama kuil Gaozu.
Kehidupan awal
Sima Yi merupakan satu
dari delapan bersaudara, yang semuanya terkenal karena garis keturunan mereka.
Masing-masing dari mereka memiliki nama gaya Cina yang diakhiri dengan karakter
Da (達). Karena hal tersebut, kedelapan bersaudara itu secara
bersama dikenal sebagai "Delapan Da Sima" (司馬八達). Ini
merupakan istilah kehormatan karena kelompok lain delapan administrator yang
berbakat di dalam era sebelumnya telah diberikan sedemikian rupa. Keluarganya bertempat
tinggal di Luoyang ketika Dong Zhuo menguasai kota,
menghancurkannya, dan memindahkan ibukota ke Chang'an. Abang Sima
Yi, Sima
Lang memimpin keluarga ke
kediaman leluhur mereka di distrik Wen (温縣),
dan kemudian, dengan tepat meramalkan bahwa tempat itu akan menjadi medan
perang, memindahkan mereka sekali lagi ke Liyang (黎陽). Di
tahun 194, karena Cao Cao berperang dengan Lü Bu, Sima Yi
menemani keluarganya kembali ke distrik Wen.
Awal karier
Sima Yi memulai karier nya pada saat ia
berusia 20 tahun. Saat itu terjadi peperangan antara pasukan Cao Cao dengan Lü
Bu di Xiapi. Sima Yi membantu Cao Cao untuk mengalahkan dan membunuh Lü Bu.
Setelah Lü Bu mati, Sima Yi diangkat menjadi jenderal perang Wei. Lama setelah
peperangan itu Sima Yi pun berperang lagi dengan ahli strategis dan perdana
menteri negara Shu yang sekaligus musuhnya, Zhuge Liang di Wuzhang Plains .
Pada saat peperangan, Zhuge Liang jatuh sakit, dan kabar itu terdengar oleh
Sima Yi. Sima Yi membuat pasukannya bersemangat melawan Shu. Setelah beberapa
lama berperang, akhirnya Sima Yi bertemu dengan Zhuge Liang. Dengan penuh
keyakinan akhirnya Zhuge Liang yang menjadi pahlawan Shu saat itu tewas dibunuh
Sima Yi. Setelah itu Wei menyerbu pertahanan Shu. Akhirnya Wei menang telak
atas Shu.
Xiahou Duan
Xiahou Dun (Hanzi: 夏侯惇) (? - 220) adalah jendral perang negara Wei. Ia masih
berkerabat dengan Cao Cao karena ayahnya diadopsi
oleh keluarga Cao.
Xiahou Dun adalah seorang jenderal militer
yang melayani di bawah panglima perang Cao Cao selama periode akhir Dinasti Han
dari sejarah Cina. Nama keluarga asli Cao Cao adalah Xiahou, tetapi ayahnya Cao
Song adalah anak angkat dari kasim Cao Teng, sehingga Xiahou Dun dan hubungan
darah Cao Cao berbagi. Sebagai salah satu jendral Cao Cao yang paling
terpercaya, Xiahou membantu para panglima perang dalam kampanye melawan Liu
Bei, Sun Quan, dan Lu Bu.
Xiahou kehilangan mata
kirinya selama Pertempuran Xiapi pada tahun 198, dan kemudian menjadi dikenal
di kalangan pangkat dan file sebagai "Buta Xiahou", yang sangat kesal
kepadanya. Gambar-Nya sebagai seorang prajurit bermata satu kemudian
dipopulerkan oleh Romance novel sejarah Luo Guanzhong tentang Tiga Kerajaan, di
mana ia dikatakan telah merenggut panah yang ditembakkan oleh musuh Cao umum
Xing keluar dari matanya dan melahap sendiri bola mata untuk menanamkan rasa takut
di musuh-musuhnya.
Zang He
Tokoh
tokoh dinasti shu
Liu Bei
Karier politiknya dimulai dengan
pemberantasan pemberontak Serban Kuning di akhir zaman Dinasti Han yang mengancam
legitimasi dinasti tersebut bersama dengan 2 saudara angkatnya, Guan Yu dan Zhang Fei. Setelah
berjasa atas pemadaman pemberontakan tadi, ia diberikan jabatan kecil sebagai
penjabat bupati di sebuah kabupaten kecil di daerah Anxi.
Pada awalnya, karier
politiknya sangat tidak mulus. Tidak punya wilayah sendiri untuk menyusun kekuatan,
ia bahkan sempat mencari perlindungan dan menjadi bawahan daripada
kekuatan-kekuatan lainnya di masa tersebut misalnya Tao Qian, Yuan Shao, Lu Bu, Cao Cao, Liu Biao dan terakhir Liu Zhang yang kemudian
menyerahkan Prefektur
Yizhoukepadanya sebagai tempat
menyusun kekuatan.
Setelah menguasai
Prefektur Yizhou dan Hanzhong, ia kemudian memaklumatkan diri sebagai Raja Hanzhong. Tahun 221, setahun setelah Cao Pi memaklumatkan diri
sebagai kaisar, Liu Bei juga memaklumatkan diri sebagai Kaisar
Han Liedi, mendirikan Negara Shu Han yang mengklaim
legitimasi sebagai penerus Dinasti Han yang resmi telah tidak ada setelah
proklamasi Negara Cao Wei.
Sepeninggalnya, ia
digantikan oleh anaknya Liu Chan yang tidak cakap
memerintah. Seluruh urusan pemerintahan pada saat itu dibebankan kepada Zhuge
Liang sebagai perdana menteri.
Biografi sejarah
Liu Bei adalah keturunan dari pangeran Sheng
dari Zhongshan, cucu buyut dari kaisar keempat Han, Jing. Liu Bei hidup dalam
kemiskinan semasa mudanya. Ayahnya telah meninggal dan ibunya bekerja sebagai
penenun dan penjual sandal jerami. Pada umur 15 tahun, Liu Bei bersama
rekannya, Gongsun Zan berguru pada Lu Zhi.
Liu Bei memulai karier
militernya di bawah komandan utama,He Jin dalam perwalian Gongsun Zan sebagai Komandan Pasukan
Cadangan dan bupati Ping Yuan.
Ketika Cao Cao menyerang kota Xu Zhou milik Tao Qian, Liu Bei membawa pasukannya untuk melindungi sang
Pelindung Kekaisaran. Pada tahun 196, Liu Bei direkomendasikan untuk menjabat sebagai Jendral
Penjaga Wilayah Timur dan diberi gelar Penguasa Yicheng.
Selanjutnya Liu Bei
membantu Cao Cao dalam penangkapan Lu Bu dan dipromosikan menjadi Jendral Pasukan Kiri. Saat ini,
kaisar Xian mengetahui adanya hubungan keluarga antara Liu Bei dan pangeran
Zhongshan sehingga ia menganugerahi Liu Bei gelar "Paman Kaisar".
Antara tahun 198 - 199, Liu Bei
tidak disenangi Cao Cao karena mendukung rencana pembunuhannya. Liu Bei pindah
ke Xia Pi,dan pada tahun 200, meminta perlindungan Yuan Shao.
Setelah bertemu kembali
dengan saudara angkatnya, Zhang Fei dan Guan Yu, Liu Bei meninggalkan Yuan Shao
untuk menjumpai Liu Biao di Jingzhou. Cao Cao mengejar Liu Bei yang akhirnya melepas pos
pertahanannya di Fancheng dan mengungsi ke Xia Kou. Selanjutnya Liu Bei bersekutu
dengan Sun Quan untuk mengalahkan Cao
Cao. Setelah kemenangan mutlak di Pertempuran Chibi, Liu
Bei sukses menempati daerah selatan Jing saat Zhou Yu menghancurkan angkatan
perang Cao Cao.
Setelah wafatnya Liu
Biao dan putranya Liu Qi, Liu Bei menempati beberapa kabupaten di provinsi
Jing. Ia kemudian menikahi adik Sun Quan dan resmi menjadi Pelindung Jingzhou.
Pada tahun 211, ia
berangkat ke Yizhou sambil berpura-pura membantu Liu Zhang mengalahkan Zhang Lu. Saat ini, Liu Bei menerima dua rekomendasi untuk
menempati posisi Menhankam dan Panglima Distrik Ibukota. 3 tahun kemudian, Liu
Bei berbalik melawan Liu Zhang dan menguasai Cheng Du dan seluruh wilayah barat. Ia menjabat sebagai Pelindung
Yizhou dan pada tahun 219, ia mengangkat dirinya sebagai Raja Hanzhong.
Setelah melewati
beberapa peperangan dengan Dong Wu dan Cao Wei, atas
desakan Zhuge Liang, Liu Bei
mengumumkan dirinya sebagai Kaisar pada bulan April tahun 221. Perang
terakhirnya adalah melawan negeri Dong Wu sebagai aksi balas dendam setelah
ekspedisi Wu yang mengakibatkan terbunuhnya Guan Yu. Liu Bei dikalahkan oleh Lu Xun, jendral
dari Sun Quan di Yiling. Liu Bei menetap di Bai Di Cheng pasca kekalahan
tersebut. Pada bulan April tahun 223, Liu Bei meninggal karena sakit dan dimakamkan di Hui
Ling. Ia diberi gelar anumerta "Raja Zhao Di" (Shu Han Zhao Lie Di).
Zhao Yun
Zhao Yun (168-229),
bernama lengkap Zhao Zilong, yang berarti anak naga, lahir di Zhending,
propinsi Chang
shan (sekarang Hebei, China
bagian utara). Zhao Yun dikenal sebagai satu di antara Lima Jendral Harimau
yang mengabdi kepada Liu Bei.
Zhao Yun awalnya menjadi
jendral dari Gongsun Zan yang berkuasa di daerah
tersebut sekitar akhir tahun 191 M. Ia mengawali kariernya sebagai komandan
grup kecil relawan desa. Pada tahun 192 M, ia ditempatkan dibawah komando Liu
Bei sebagai komandan pasukan kavaleri, yang waktu itu masih menjadi mayor di
bawah pemerintahan Gongsun Zan.
Zhao Yun pergi
meninggalkan Gongsun Zan dan Liu Bei sementara waktu, untuk
menghadiri pemakaman kakak laki-lakinya. Ia kembali bergabung dengan Liu Bei
pada tahun 200 M. Hubungan Zhao Yun dan Liu Bei begitu baik, sehingga menurut
cerita rakyat, mereka pernah tidur di tempat tidur yang sama, pada saat darurat
di kota Ye. Zhao Yun juga dipercaya untuk merekrut orang secara diam-diam untuk
memperkuat pasukan Liu Bei. Sejak itulah, Zhao Yun menjadi pengikut setia Liu
Bei.
Setelah Gongsun Zan
wafat, Zhao Yun tetap mengabdi pada Liu Bei karena ia melihat kebaikan Liu Bei
yang begitu mendalam.
Sewaktu
pertempuran di Chang
Ban (sekarang, dekat kota
Yichang, Propinsi Hebei), pada tahun 208 M, Zhao Yun diutus untuk menyelamatkan
istri dan anak Liu Bei, Liu Chan yang masih bayi. Ketika
Zhao Yun sampai di sana, istri Liu Bei tidak mau membebani Zhao Yun, karena
jalan kembalinya sangat berbahaya. Maka Zhao Yun membawa sendiri anak Liu Bei
dengan mengendarai kudanya, dan menerobos kepungan pasukan Cao Cao yang
jumlahnya sangat
banyak, dengan berani Zhao Yun mempertaruhkan
nyawanya selama perjalanan kembali dengan menembus dan mengalahkan banyak pasukan Cao Cao dengan seorang diri.Zhao Yun
dikenal sebagai jendral Yijun, setelah Liu Bei menguasai Cheng Du. Pada saat Liu Chan dinobatkan menjadi kaisar Shu pada
tahun 223 M, Zhao Yun menerima gelar "Jendral yang menahlukkan Daerah
Selatan", dan dinobatkan sebagai Marquis Yongchangting. Kemudian dia
dipromosikan menjadi "Jendral yang memelihara Perdamaian di Timur".
Tahun
227 M, Zhao Yun, dikenal sebagai jendral tanpa tanding di Shu, ditemani Zhuge Liang melakukan ekspedisi utara pertama menuju Hanzhong. Pada
musim semi berikutnya, Zhao diperintahkan untuk memimpin barisan melalui Yegu,
untuk mengalihkan perhatian musuh terhadap pasukan inti Liu Bei, yang berbaris
melalui Qishan. Zhao Yun bertemu pasukan Wei yang dipimpin oleh jendral Cao Zhen yang terkenal. Setelah
berhasil menahan gempuran serangan pasukan Wei, Zhao Yun menarik pasukannya
secara teratur. Ia dikaruniai gelar "jendral yang memelihara Perdamaian
Dalam Armada".
Sekitar
tahun 229 M, Zhao Yun wafat di Hanzhong. Kematiannya ditangisi oleh banyak
pasukan dan perwira Shu. Ia menerima anugrah anumerta Marquis Shunping dari Liu Chan pada tahun 261 M.
Ma Chao
Ma Chao (Mengqi) adalah
orang asli Fufeng dari Maoling. Ayahnya (Ma Teng) rekan dari
Bian Zhang dan Han Sui di daerah Xizhou pada akhir masa pemerintahan Han Ling
Di.
Pada tahun ketiga
ChuPing (192 M), Han Sui dan Ma Teng membawa pengikutnya dalam
kunjungan resmi ke Chang An. Kekaisaran Han mengangkat Han Sui sebagai Zhen Xi
Jiangjun (Jendral yang Mempertahankan Wilayah Barat), ditempatkan di Jing
Cheng. Ma Teng diangkat sebagai Zheng Xi Jiangjun (Jendral yang Menguasai
Wilayah Barat) dan ditempatkan di Tun Mei.
Selanjutnya, Ma Teng
menyerang Chang An, tetapi ia
gagal dan mundur ke propinsi Liang. Zhong Yao yang menjaga Guanzhong mengirim
surat kepada Han Sui dan Ma Teng menawarkan bantuan. Ma Chao dikirim Ma Teng
untuk membantu Zhong Yao melawan Guo Yan dan Gao Gan di Ping Yang. Dalam
pertempuran tersebut, Pang De, anak buah Ma Chao berhasil membunuh Guo Yuan. Ma
Teng, yang kemudian berselisih dengan Han Sui, mengirim petisi untuk
ditempatkan di ibukota. Ma Teng dianugerahi gelar Weiwei (Komandan Penjaga
Istana), sedangkan Ma Chao digelari Bian Jiangjun (Letnan Jendral) serta Marquis Duting.
Ma Chao mengumpulkan
pasukan bersama Han Sui, Yang Qiu, Li Kan dan Cheng Yi untuk menyerang gerbang Tong. Di tengah medan tempur, Cao Cao bertemu Han Sui dan Ma
Chao untuk berunding daripada berperang. Ma Chao ingin menunjukkan
keperkasaannya dengan merencanakan menangkap Cao Cao secara mendadak. Hanya
tatapan tajam Xu Chu sebagai pengawal pribadi
Cao Cao yang mengurungkan niat Ma Chao. Selanjutnya Cao Cao menggunakan
strategiJia Xu untuk menciptakan perselisihan antara Ma Chao dan Han Sui
yang mengakibatkan persekutuan mereka terpecah.
Ma Chao melarikan diri
dari pengejaran Cao Cao sampai ke An Ding. Yang Fu menyatakan bahwa Cao Cao pernah berkomentar
"Ma Chao memiliki keberanian seperti Lu Bu dan Han Xin, dan juga
kesungguhan hati bangsa Qiang dan Hun. Jika dia kembali dengan pasukan pada
saat pertahanan kita lemah, semua pangkalan tentara di Long Shang akan jatuh ke
tangan Ma Chao." Komentar tersebut menjadi kenyataan. Walaupun Long Shang
telah memperkuat pertahanan, Ma Chao mampu membunuh gubernur provinsi Liang, Wei Kang dan menjadikan kota Yi sebagai pangkalannya.
Ma Chao menggelari
dirinya Zheng Xi Jiangjun (Jendral yang Menguasai Wilayah Barat) dan menjadi
gubernur provinsi Bing dan mengatur urusan militer di provinsi Liang. Mantan
anak buah Wei Kang seperti Yang Fu, Jiang Yi, Liang Kuan dan Zhao Qu bersekutu
untuk mengalahkan Ma Chao. Yang Fu dan Jiang Yi mendekati pasukan Ma Chao dari
kota Lu saat Ma Chao berusaha menyerang mereka tetapi menemui kegagalan. Di
saat yang bersamaan, Liang Kuan dan Zhao Qu menutup pintu kota Yi, menghalangi
Ma Chao untuk kembali. Ma Chao terpaksa mengungsi ke Hanzhong, tempat Zhang Lu berkuasa. Zhang Lu tidak memiliki kemampuan untuk
membantu rencana Ma Chao untuk merebut kembali kota Yi. Ketika mendengar Liu Bei telah mengurungLiu Zhang di kota Chengdu, ia menulis
surat yang menunjukkan keinginan untuk bergabung dengan tentara Liu Bei.
Liu Bei mengirim
beberapa pengikut untuk meminta Ma Chao agar segera bergabung dalam pengepungan
Chengdu. Setibanya Ma Chao di luar kota Cheng Du, seluruh kota menjadi panik
dan tak lama kemudian Liu Zhang menyerah. Ma Chao diangkat menjadi Ping Xi
Jiangjun (Jendral yang Menentramkan Wilayah Barat) dan ditempatkan di daerah
sekitar Ju. Ketika Liu Bei menjadi pangeran Hanzhong, dia memberi Ma Chao gelar
semu Zuo Jiangjun (Jendral Pasukan Kiri). Pada tahun pertama Zhangwu (221 M), Ma Chao diangkat
menjadi Biao Qi Jiangjun (Jendral Kavaleri yang Tangkas), gubernur provinsi
Liang, serta Marquis Xi Liang.
Pidato Liu Bei mengatakan "Saya bukan
seorang yang bijak dan baik, hanya mewarisi kehormatan dari nenek moyang saya.
Cao Cao dan putra-putranya akan diingat dan disegani atas dosa dan kejahatan
mereka sampai ke seluruh Tiongkok bahkan oleh bangsa Di dan Qiang. Anda (Ma
Chao) adalah junjungan bangsa Utara dan keberanian Anda kekal dikenang di sana,
bahkan mereka bersedia bertempur bersama Anda melalui jarak ribuan mil untuk
melawan kejahatan. Anda diharapkan untuk mempersatukan mereka ke dalam budaya
bangsa Han dan berlaku adil dalam memberikan balas jasa dan hukuman yang
sepantasnya."
Pada tahun kedua, Ma
Chao meninggal pada usia 47 tahun. Sebelum wafatnya, dia mengajukan permohonan,
isinya: "Hamba pernah memiliki dua ratus orang di seluruh keluarga hamba,
tetapi hampir semuanya dibunuh oleh Meng De (Cao Cao), kecuali adik sepupu
saya, Ma Dai. Dia satu-satunya yang tersisa untuk melanjutkan garis
keturunan keluarga, maka dari hati yang terdalam, hamba menitipkannya kepada
Yang Mulia (Liu Bei) dan tak ada penyesalan dalam diri hamba." Ma Chao
mendapat gelar anumerta Marquis Yue Wei dan putranya, Ma Cheng menggantikannya. Ma Dai diangkat menjadi Ping Bei
Jiangjun {Jendral yang Menentramkan Wilayah Utara} dan digelari Marquis Chen
Cang. Putri Ma Chao dinikahkan dengan Pangeran Anping, Liu Li.
Wei Yan
Wèi Yán (175–234), (nama lain Wéncháng (文長)),
adalah perwira perang negara Shu yang terkenal pada Zaman Tiga Negara di Tiongkok dulu.
Menurut novel Romance of
the Three Kingdoms bahwa Wei Yan awalnya
bekerja sebagai perwira militer menengah dari Liu Biao, tetapi
buku sejarah tidak membahasnya. Wei Yan bergabung dengan pasukan Liu Bei
sesudah Liu menguasai Changsha sekitar tahun 209.
Bakatnya membawa dia sebagai jendral utama dari pasukan Liu Bei selama
bertahun-tahun. Liu Bei menawarkan dia sebagai
kepala eksekutif di Hanzhong tahun 219, dan Wei Yan menjadi salah satu dari 6
orang militer terpenting di kerajaan Shu sesudah 5 Jendral Macan Shu.
Dia tidak pernah dipercaya oleh Zhuge Liang
karena perangainya yang tergesa-gesa itu dapat membuat kehancuran Shu, tetapi
hanya Liu Bei yang selalu memperhatikan Wei Yan,sehingga hanya Liu Bei teman
perjuanganya, setelah Liu Bei wafat, Wei Yan semakin diintimidasi oleh Zhuge
Liang. Pada peristiwa "Wu Zhang Plains" di perbatasan Chang An dan
Han-Zhong,yang dimana Zhuge Liang mati karena sakit dan digantikan oleh Jiang
Wei. Jiang Wei menyuruh seluruh pasukan Shu untuk mundur,tetapi tentara Wei Yan
tetap di garis depan,karena merasa kemenangan ada di depan mata dan Zhuge Liang
tiada, dia meneruskan pertempuran yang mengakibatkan kekalahan besar pada
tentara garis depan Shu karena terkena jebakan "Catapult" Deng Ai dan
"Ambush" Sima Zhao.Jiang wei sangat marah dan mengutus Ma Dai untuk
membunuh Wei Yan, yang pada akhirnya disesalkan oleh kaisar Shu,Liu Chan,
karena Shu kehilangan salah satu jendral terbaik pada saat itu setelah era Guan
Yu, dan menjadi salah satu faktor Kehancuran Shu dalam peperangan.
Pertarungan
pertarungan bersejarah dari 3 negara
Pertempuran Red Cliff di Chi Bhi
Pertempuran ini adalah
salah satu pertempuran di mana pihak yang lemah menang lewat strategi atas
pihak yang kuat. Berlokasi di Sungai Panjang,
menjadikannya sebagai pertempuran pertama yang menjadikan Sungai Panjang
sebagai wilayah militer strategis bersama dengan Sungai Kuning di utara.
Pertempuran ini lebih
jauh juga merupakan pertempuran yang menjadikan Tiongkok terbagi atas 3 kekuatan
yang relatif berimbang yang menjadi bibit terpecahnya Dinasti Han menjadi 3 negara.
Dalam pertempuran ini,
jenderal-jenderal yang berperan penting adalah:
§ Cao Cao
§ Cheng Pu
§ Zhuge Liang
§ Sima Yi
§ Zhou Yun
Kemenangan koalisi Sun
Quan dan Liu Bei pada dasarnya dikarenakan pertempuran Chibi berlangsung di
atas air dan pasukan Cao Cao tidak ahli bertempur di atas air.
Peperangan Guandu dan penyatuan utara
Peta wilayah pengaruh Yuan Shao (merah) dan Cao Cao
(biru) pada tahun 195
Di antara mereka,
kekuatan Cao Cao dan Yuan Shao berkembang paling pesat dan menyebabkan
peperangan di antara mereka tidak dapat dihindari. Cao Cao pada tahun 197
menaklukkan Yuan Shu, lalu Lu Bu
pada tahun 198 serta Liu Bei setahun selanjutnya.
Tahun 200, Yuan Shao memulai ekspansi wilayah ke selatan, namun berhasil
dipukul mundur oleh Cao Cao. Yuan Shao kemudian memutuskan untuk memimpin
sendiri kampanye militer ke selatan dan berpangkalan di Yangwu. Cao Cao juga mundur ke Guandu untuk melakukan kampanye defensif. Di sini, kekuatan di
antara mereka berimbang selama setengah tahun sampai akhirnya Cao Cao melakukan
serangan mendadak dan memusnahkan seluruh persediaan logistik Yuan Shao. Yuan
Shao kemudian mundur karena moral prajurit yang rendah setelah kekalahan yang
menentukan itu. Ini adalah peperangan
Guandu yang terkenal itu.
Setelah kekalahannya di
Guandu, Yuan Shao beberapa kali mencoba melakukan serangan kepada Cao Cao namun
gagal. Tahun 202, Yuan Shao meninggal, menyebabkan perebutan kekuasaan
antara putranya, Yuan Tan dan Yuan
Shang. Cao Cao mengambil
kesempatan ini untuk menaklukkan Yuan Shang dan membunuh Yuan Tan. Yuan Shang
kemudian mencari perlindungan kepada sukuWuhuan di utara yang mendukung Yuan Shao. Atas nasihat Guo Jia,
Cao Cao menyerang Wuhuan dan membunuh pemimpinnya. Yuan Shang dalam pelariannya
mencari perlindungan kemudian
Peperangan Wu Zhang Plains
Pertempuran Wuzhang (五丈原之戰) adalah pertempuran terkenal antara kerajaan Wei dan Shu pada tahun 234 selama
periode Tiga
Kerajaan di Cina. Pada Pertempuran ini merupakan pertempuran kelima
dan terakhir pada Ekspedisi Utara Zhuge Liang yang
dipimpin oleh Zhuge
Liang,yang jatuh sakit dan
meninggal selama pertempuran ini.
Latar belakang
Pada tahun 234, Zhuge
Liang memimpin 100.000 pasukan untuk melanjutkan ekspedisinya setelah melakukan
tiga tahun persiapan sejak ekspedisi terakhirnya. Pada saat yang sama Zhuge
Liang mengirimkan utusan ke Dong Wu agar Wu dapat menyerang Wei pada saat bersamaan. Pada
bulan April, pasukan Shu sampai ke daerah Wuzhang dekat sungai Wei dan
mendirikan kemah disana. Sementara komandan Cao Wei Sima Yi telah menyiapkan 200.000
pasukan dan bersiap di tepi selatan sungai Wei.
Pertempuran
Awal bentrokan
Guo Huai menyarankan Sima Yi
untuk membangun posisi di bagian utara. Sima Yi setuju, dan mengirim Guo Huai
untuk berkemah disana. Pasukan Shu menyerang kemah Wei saat sedang dibangun,
namun Guo Huai berhasil menahan serangan pasukan Shu.
Jalan buntu
Sima Yi tidak mau
menantang pasukan Shu, namun lebih memilih untuk membuat pasukan Shu mundur
karena kehabisan perbekalan. Zhuge Liang mengerti akan kondisi ini dan
memerintahkan pasukannya untuk bercocok tanam agar tidak kehabisan bahan pangan
(kebijakan ini dipopulerkan oleh Cao Cao).
Pasukan Shu sendiri
tidak menyerang, melainkan menunggu penyerangan yang dilakukan oleh Wu ke Wei
sebelum menyerang pasukan Wei. Tetapi pasukan Sun Quan berhasil dikalahkan
pasukan Cao Rui (kaisar Wei) di Hefei
sehingga kedua pasukan Shu dan Wei masih menghadapi kebuntuan selama
beratus-ratus hari. Pasukan Shu menantang pasukan Wei untuk bertempur beberapa
kali, tapi Sima Yi tetap tidak mau melawan musuh.
Sesudah itu Zhuge Liang
mengirimkan pakaian wanita ke Sima Yi, berkata bahwa Sima Yi adalah wanita
karena tidak berani menyerang. Para perwira pasukan Wei sangat marah terhadap
hal ini, namun Sima Yi tetap tidak terpancing untuk menyerang. Untuk menengakan
perwiranya Sima Yi meminta izin Kaisar Wei Cao Rui untuk menyerang musuh. Cao
Rui mengerti akan situasi disana dan mengirimkan penasihatnya Xin Pi ke Sima Yi untuk memberi tahu para pasukan Wei agar tetap
bersabar.
Kematian Zhuge Liang
Dalam usahanya untuk
menantang Wei agar bertempur, Zhuge Liang mengirim utusan ke Sima Yi untuk
menantangnya bertempur. Namun Sima Yi tidaklah berbicara tentang militer dengan
utusan Zhuge Liang, melainkan bertanya tentang tugas-tugas Zhuge Liang. Si
utusan lalu menjawab bahwa Zhuge Liang mengurus semua masalah militer seorang
diri, mulai dari hal kecil sampai hal besar, dari taktik militer sampai makanan
untuk malam hari. Sima Yi lalu berkata bahwa umur Zhuge Liang tidak akan lama
lagi.
Pada bulan Agustus,
Zhuge Liang jatuh sakit karena kelelahan, dan kondisinya semakin hari semakin
buruk. Saat mendengar tentang hal ini Kaisar Shu, Liu Chan mengirim Li Fu untuk
bertanya kepada Zhuge Liang tentang rencana Shu kedepannya. Zhuge Liang
menjawab bahwa Jiang Wan dapat mengambil
posisinya sebagai Perdana Menteri, dan setelah Jiang Wan meninggal Fei Yi dapat mengambil
posisinya.
Zhuge Liang juga
memberikan instruksi bagaimana cara pasukan Shu untuk mundur dari HanZhong: Yang Yi dan Fei Yi memimpin pasukan mundur,
sementara Jiang Wei dan Wei Yan menjaga barisan
belakang, jika Wei Yan tidak patuh, maka pasukan Shu harus pergi tanpa dia.
Pada awal musim gugur tahun 234, Zhuge Liang meninggal dunia pada umur 54
tahun.
Pasukan Shu mundur
Setelah Zhuge Liang
meninggal, pasukan Shu secara sembunyi-sembunyi pergi dari kemah-kemah mereka
sambil merahasiakan kematian Zhuge Liang. Sementara itu Sima Yi yang telah
diyakinkan oleh penduduk lokal bahwa Zhuge Liang telah meninggal berusaha
mengejar pasukan Shu. Jiang Wei segera menyuruh Yang Yi berputar dan
berpura-pura menyerang sehingga membuat Sima Yi takut bahwa Zhuge Liang hanya
berpura-pura mati untuk memancingnya keluar bertempur sehingga ia langsung
melarikan diri. Ada cerita yang mengatakan bahwa Sima Yi mundur karena ia
melihat patung kayu yang dipakaikan baju Zhuge Liang, sehingga seolah-olah
Zhuge Liang masih hidup. Berita tentang Sima Yi melarikan diri dari Zhuge Liang
yang telah mati menyebar, dan muncul kalimat "Zhuge yang telah mati
menakuti Zhong Da yang masih hidup". Zhongda adalah nama nama kehormatan
milik Sima Yi
Berita tentang kematian
Zhuge Liang dirahasiakan oleh tentara Shu sampai mereka tiba dengan selamat di
lembah Baoye untuk kembali ke Hanzhong. Sima Yi sendiri takut jika berita bahwa
Zhuge Liang sudah mati adalah berita bohong dan merupakan kesempatan bagi Zhuge
Liang untuk menyergapnya. Setelah melakukan pemeriksaan terhadap kemah Shu yang
kosong ia menyimpulkan bahwa ia seharusnya mengejar pasukan Shu, namun setelah
sampai di Baoye dan memutuskan bahwa mereka kekurangan persediaan makanan,
pasukan Wei kembali ke sungai Wei.
Pasca pertempuran
Konflik antara Wei Yan dan Yang Yi
Wei Yan yang kecewa
karena pasukan Shu mundur hanya karena "kematian satu orang"
mengumpulkan pasukannya dan menghancurkan jalan di belakang mereka untuk
mencegah pasukan utama mundur. Yang Yi yang mempunyai kekesalan pribadi
terhadap Wei Yan, mengirim surat kepada kaisar, menuduh bahwa Wei Yan telah
berkhianat; Wei Yan sendiri juga melakukan hal yang sama terhadap Yang Yi, ia
juga mengirim surat kepada kaisar. Kaisar Liu Shan bertanya kepada Jiang Wan dan Dong Yun tentang pandangan mereka, dan keduanya curiga terhadap
Wei Yan. Liu Shan kemudian mengirim Jiang Wan beserta pengawal kekaisaran
menuju utara untuk mengatasi gangguan.
Kemudian Yang Yi
memimpin pasukan utama melewati pegunungan karena jalan utama sudah tidak bisa
digunakan, lalu ia menantang pasukan detasemen Wei Yan di Celah Nangu (南谷口). Disana Wei Yan mengirim pasukan untuk menyerang Yang Yi, sementara
Yang Yi mengirim Wang Ping untuk melawan Wei Yan. Saat mereka bertemu Wang Ping
berkata marah pada Wei Yan, "Yang Mulia baru saja meninggal bahkan tubuhnya
belum dingin; beraninya kau bertingkah seperti ini!" Mendengar hal
tersebut pasukan Wei Yan tercerai berai karena tahu komandan mereka telah
berbuat salah. Wei Yan, bersama anak-anaknya dan beberapa pengikutnya melarikan
diri ke Hanzhong. Yang Yi lalu mengirim Ma Dai untuk mengejar dan tidak lama
kemudian Ma Dai berhasil memenggal kepala Wei Yan dan membawanya ke Yang Yi.
Yang Yi kemudian memerintahkan seluruh keluarga Wei Yan untuk dieksekusi.
Saat mendengar hal ini
Jiang Wan sendiri baru pergi sejauh sepuluh li dari ibukota Shu yaitu Chengdu , jadi ia kembali ke
ibukota.
Pengaruh jangka panjang
Setelah Zhuge Liang
mati, Jiang Wan mengambil alih posisinya sebagai perdana menteri. Meskipun
Jiang Wan adalah perdana menteri yang cakap dan pandai mengurus urusan
kerajaan, namun Jiang Wan lebih tertarik mengurusi masalah domestik daripada
perang. Kematian Zhuge Liang juga menyebabkan berakhirnya ancaman terhadap Wei
sehingga Sima Yi bisa memupuk kekuasaan pada dirinya yang menjadi cikal bakal
berdirinya Dinasti Jin.
Setelah Jiang Wan
meninggal, sesuai dengan amanat Zhuge Liang, Fei Yi meneruskan jabatan sebagai
perdana menteri. Pada masanya sebagai perdana menteri ia memposisikan Jiang Wei
sebagai kepala sekretaris untuknya. Sebagai perdana menteri Fei Yi lebih aktif
dalam urusan militer daripada Jiang Wan, namun ia tidak pernah memerintahkan
pasukan untuk menyerang Kerajaan Wei secara besar-besaran. Namun karena mereka
Fei Yi dan Jiang Wan sama-sama disibukan pada masalah militer, urusan domestik
jadi jatuh ke tangan Huang Hao seorang kasim istana
yang korup, yang merupakan tokoh penyebab jatuhnya Shu Han.
Pertempuran Chang Ban